SPASIKALTIM.COM, SAMARINDA – Fenomena penyebaran data pribadi atau doxing di dunia maya kembali mencuri perhatian DPRD Kota Samarinda.

Ketua Komisi I, Samri Shaputra, menilai praktik ini bukan sekadar pelanggaran privasi, tetapi juga bentuk intimidasi yang membahayakan iklim demokrasi.

“Doxing menciptakan rasa takut, bahkan bisa membungkam suara kritis. Ini ancaman serius bagi kebebasan berekspresi,” ujar Samri.

Ia menjelaskan, tindakan tersebut berpotensi membuat masyarakat enggan mengutarakan pendapat, terutama di media sosial. Samri juga menyoroti sikap sebagian pihak eksekutif yang dinilai reaktif terhadap kritik DPRD.

“Kami menjalankan tugas pengawasan sesuai fungsi lembaga. Kalau bersuara dianggap menyerang, tapi saat diam dibilang tidak bekerja. Kritik yang kami sampaikan selalu diiringi solusi,” tegasnya.

Samri mengungkapkan adanya pola pembungkaman yang kerap muncul setiap kali ada kritik terhadap kebijakan pemerintah. Menurutnya, doxing sering dipakai sebagai senjata serangan balik terhadap individu yang berani bersuara.

“Setiap ada kritik, tiba-tiba muncul narasi negatif dan penyebaran data pribadi. Ini bukan kebetulan, tapi pola yang sistematis dan berbahaya,” jelasnya.

Untuk itu, ia mendesak aparat penegak hukum di Samarinda agar merespons kasus doxing secara cepat dan tegas. Samri menilai, perlindungan hukum yang kuat mutlak diperlukan demi menjamin kebebasan berpendapat warga di ruang digital.

“Ini soal hak konstitusional warga negara. Penindakan yang serius akan memastikan demokrasi lokal tetap sehat dan tidak terancam oleh praktik-praktik intimidasi digital,” pungkasnya. (DH/Adv)